TIMES MALUT – Setelah lebih dari 20 tahun vakum, Lapangan Dowora kini telah difungsikan dalam pelaksanaan turnamen sepak bola yang mempertemukan seluruh kelurahan/kampung di Kecamatan Tidore Timur. Momen ini merupakan sesuatu yang begitu bersejarah bagi masyarakat Kelurahan Dowora.
Event Fomasigaro Cup 2025, yang digelar oleh Forum Komunikasi Generasi Muda Kelurahan Dowora, tidak hanya menjadi ajang kompetisi olahraga, tapi juga ruang pertemuan yang mengedepankan nilai-nilai kekeluargaan dan kebersamaan.
Melalui rilis yang diterima Times Malut pada Rabu, 02 Juli 2025, Ketua Umum Forum Komunikasi Generasi Muda Kelurahan Dowora, Suyono Sahmil menjelaskan, bahwa Fomasigaro Cup 2025 mengusung tagline “Satu Bola Satu Dunia” (One Ball, One World), turnamen ini membawa pesan filosofis yang dalam: bahwa bola adalah simbol kesatuan yang mampu menyatukan perbedaan. Di lapangan, perbedaan asal kampung, usia, bahkan status sosial melebur dalam satu semangat: semangat bermain bersama, berbagi rasa, dan menjunjung sportivitas.
Dirinya juga menegaskan bahwa filosofi ini menjadi ruh dalam setiap laga yang berlangsung.
“Tagline ini bukan sekadar pemanis. Satu Bola Satu Dunia adalah cerminan dari harapan kita untuk membangun kekeluargaan yang tidak dibatasi oleh lingkungan/kelurahan atau warna jersey. Kita ingin setiap pemain, panitia, dan penonton merasa bahwa mereka sedang berada dalam satu keluarga besar yang sama,” jelasnya.
Turnamen tahun ini menghadirkan 41 tim, termasuk beberapa dari luar wilayah. Ada 6 tim kategori umum dan 2 tim kategori U-16 yang berasal dari luar Kecamatan Tidore Timur. Ini menunjukkan bahwa Fomasigaro Cup telah melampaui batas administratif dan menjadi ruang kolaborasi lintas komunitas.
Lebih dari sekadar kompetisi, Fomasigaro Cup 2025 adalah ajang memperkuat tali silaturahmi yang sempat lama renggang akibat vakumnya turnamen di Lapangan Dowora. Menurut Suyono, inilah bentuk konkret bagaimana sepak bola bisa menjadi medium membangun kohesi sosial.
“Kita tahu bahwa intensitas pertandingan bisa tinggi. Tapi kita ingin, seberapa panas pun tensi di dalam lapangan, jangan sampai mengorbankan nilai kekeluargaan. Kita harus ingat, lawan di lapangan tetap saudara di luar lapangan,” ujarnya.
Suyono juga menyinggung insiden yang sempat terjadi pada pertandingan 1 Juli 2025 antara Majui United dan Garuda Hipmas, yang sempat menimbulkan ketegangan. Ia berharap semua pihak bisa menempatkan peristiwa tersebut secara dewasa dan tidak membiarkan insiden tunggal memecah kebersamaan yang telah dibangun.
“Justru dari insiden itu kita belajar. Bahwa kita semua masih dalam proses belajar menjunjung sportivitas. Kita evaluasi bersama, kita perbaiki bersama. Jangan biarkan kekompakan ini terkoyak hanya karena satu momen,” tegas Suyono.
Fomasigaro Cup 2025, lanjutnya, adalah bukti bahwa semangat gotong royong dan kekeluargaan belum mati. Panitia yang mayoritas berasal dari kalangan muda bekerja tanpa pamrih, hanya berbekal semangat ingin menghidupkan kembali denyut olahraga di tengah masyarakat.
Dengan semangat One Ball One World, Fomasigaro Cup tidak hanya menjadi turnamen bola biasa, tetapi gerakan sosial yang menyatukan hati dan harapan.
“Selama masih ada bola yang bergulir di lapangan ini, selama itu pula semangat kekeluargaan harus terus hidup,” tutup Suyono.
Tinggalkan Balasan