TIMES MALUT – Debat publik kedua yang dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tidore Kepulauan pada Minggu, 17 November 2024 siang tadi berlangsung dengan tensi yang tinggi.
Ketika memasuki sesi tanya jawab antar Paslon, Calon Wali Kota Tidore nomor urut 2 (dua) Samsul Rizal Hasdy melontarkan pertanyaan tentang Reinventing Government.
Sontak, pertanyaan Samsul ini membuat Calon Wali Kota nomor urut 1 (satu) Muhammad Sinen terlihat kalang kabut.
“Dalam beberapa kampanye, Muhammad Sinen mengatakan bahwa beliau sudah kurang lebih 3 kali Anggota DPRD Tidore Tidore, kemudian 2 kali menjadi Wakil Wali Kota Tidore dan itu jadi pengalaman dalam aspek pemerintahan. Coba jelaskan tentang Reinventing Government,” tanya Samsul Rizal.
Menanggapi hal tersebut Muhammad Sinen tampak kebingungan untuk menjawab. Dirinya lantas menyinggung tentang mutasi Guru dan Tenaga Kesehatan di daratan Oba.
Samsul lantas menimpali balik bahwa dirinya tidak sedang bertanya tentang Visi Misi Pendidikan dan Kesehatan dari Paslon MASI-AMAN, tapi lebih pada keinginan mendapatkan penjelasan secara lebih jauh tentang Reinventing Government dari sosok yang katanya sudah berpengalaman selama 3 periode sebagai Anggota DPRD dan 10 tahun menjadi Wakil Wali Kota.
Calon Wali Kota nomor urut 1 (satu) itu tampak berkilah dan tidak juga memberi penjelasan tentang maksud Reinventing Government. Tampak Muhammad Sinen tidak paham maksud yang ditanyakan Samsul dan hanya bisa berkilah dan menyerang pribadi Samsul.
“Jangankan Wali Kota, Ketua RT pun belum pernah jadi,” ucap Muhammad Sinen
Jawaban Muhammad Sinen ini lantas membuat suasana debat tampak riuh.
Lantas, Apa itu Reinventing Government ?
Reinventing Government dalam terjemahan bahasa Indonesia, berarti “Mewirausahakan Pemerintah”. Reinventing Government terdiri atas kata Mewirausahakan dan Pemerintah yang merupakan cara pemerintah memaksimalkan dan menciptakan nilai lebih disertai kreasi, inovasi, dan bertujuan membangun hubungan dengan masyarakat melalui pendekatan terbaru untuk mewujudkan sasaran yang ingin dicapai dan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Reinventing government merupakan perubahan sistem dan organisasi pemerintah secara fundamental untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan kemampuan instansi pemerintah dalam melakukan inovasi. Perubahan ini dicapai dengan mengubah tujuan, sistem insentif (remunerasi), pertanggungjawaban (transparansi dan akuntabilitas), struktur kekuasaan dan budaya, sistem, serta organisasi pemerintahan (Osborne, 1993).
Konsep reinventing government harus dikuasai oleh aparat birokrasi pemerintah daerah, pimpinan instansi/ dinas di daerah dan terutama Bupati/ Walikota.
Gagasan-gagasan Osborne dan Gaebler tentang Reinventing Government mencakup l0 prinsip, yakni :
a. Pemerintahan katalis yakni mengarahkan dari pada mengayuh artinya jika
pemerintahan diibaratkan sebagai perahu, maka peran pemerintah seharusnya sebagai
pengemudi yang mengarahkan jalannya perahu, bukannya sebagai pendayung yang
mengayuh untuk membuat perahu bergerak. Pemerintah entrepreneurial seharusnya
lebih berkonsentrasi pada pembuatan kebijakankebijakan strategis (mengarahkan)
daripada disibukkan oleh hal-hal yang bersifat teknis pelayanan (mengayuh).
b. Pemerintahan milik rakyat yakni memberi wewenang dari pada melayani. Artinya,
birokrasi pemerintahan yang berkonsentrasi pada pelayanan menghasilkan ketergantungan dari rakyat. Hal ini bertentangan dengan kemerdekaan sosial ekonomi mereka. Oleh karena itu, pendekatan pelayanan harus diganti dengan menumbuhkan inisiatif dari mereka sendiri.
c. Pemerintahan yang kompetitif yakni menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan; Artinya, berusaha memberikan seluruh pelayanan tidak hanya menyebabkan risorsis pemerintah menjadi habis terkuras, tetapi juga menyebabkan pelayanan yang harus disediakan semakin berkembang melebihi kemampuan
pemerintah (organisasi publik), hal ini tentunya mengakibatkan buruknya kualitas dan efektifitas pelayanan publik yang dilakukan mereka. Oleh karena itu, pemerintah harus mengembangkan kompetisi (persaingan) di antara masyarakat, swasta dan organisasi non pemerintah yang lain dalam pelayanan publik. Hasilnya diharapkan
efisiensi yang lebih besar, tanggung jawab yang lebih besar dan terbentuknya
lingkungan yang lebih inovatif.
d. Pemerintahan yang digerakkan oleh misi yakni mengubah organisasi yang digerakkan
oleh peraturan; Artinya, pemerintahan yang dijalankan berdasarkan peraturan akan
tidak efektif dan kurang eisien, karena bekerjanya lamban dan bertele-tele. Oleh karena itu, pemerintahan harus digerakkan oleh misi sebagai tujuan dasarnya sehingga akan berjalan lebih efektif dan efisien. Karena dengan mendudukkan misi
organisasi sebagai tujuan, birokrat pemerintahan dapat mengembangkan sistem anggaran dan peraturan sendiri yang memberi keleluasaan kepada karyawannya untuk mencapai misi organisasi tersebut.
e. Pemerintahan yang berorientasi hasil yakni membiayai hasil, bukan masukkan. Artinya, bila lembagalembaga pemerintah dibiayai berdasarkan masukan (income), maka sedikit sekali alasan mereka untuk berusaha keras mendapatkan kinerja yang lebih baik. Tetapi jika mereka dibiayai berdasarkan hasil (outcome), mereka menjadi obsesif pada prestasi. Sistem penggajian dan penghargaan, misalnya, seharusnya didasarkan atas kualitas hasil kerja bukan pada masa kerja, besar anggaran dan tingkat otoritas, Karena tidak mengukur hasil, pemerintahan-pemerintahan yang
birokratis jarang sekali mencapai keberhasilan.
f. Pemerintahan berorientasi pelanggan yakni memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan
birokrasi. Artinya, pemerintah harus belajar dari sektor bisnis dimana jika tidak fokus dan perhatian pada pelanggan (customer), maka warga negara tidak akan puas dengan pelayanan yang ada atau tidak bahagia. Oleh karena itu, pemerintah harus menempatkan rakyat sebagai pelanggan yang harus diperhatikan kebutuhannya. Pemerintah harus mulai mendengarkan secara cermat para pelanggannya, melalui survei pelanggan, kelompok fokus dan berbagai metode yang lain. Tradisi pejabat birokrasi selama ini seringkali berlaku kasar dan angkuh ketika melayani warga masyarakat yang datang keistansinya.
g. Pemerintahan wirausaha yakni menghasilkan daripada membelanjakan. Artinya, sebenarnya pemerintah mengalami masalah yang sama dengan sektor bisnis, yaitu keterbatasan akan keuangan, tetapi mereka berbeda dalam respon yang diberikan. Daripada menaikkan pajak atau memotong program publik, pemerintah wirausaha harus berinovasi bagaimana menjalankan program publik dengan sumber daya keuangan yang sedikit tersebut.
h. Pemerintahan antisipatif yakni mencegah daripada mengobati. Artinya, pemerintahan
tradisional yang birokratis memusatkan pada penyediaan jasa untuk memerangi masalah. Misalnya, untuk menghadapi sakit, mereka mendanai perawatan kesehatan. Untuk menghadapi kejahatan, mereka mendanai lebih banyak polisi. Untuk memerangi kebakaran, mereka membeli lebih banyak truk pemadam kebakaran. Pola
pemerintahan semacam ini harus diubah dengan lebih memusatkan atau berkonsentrasi pada pencegahan. Misalnya, membangun sistem air dan pembuangan air kotor, untuk mencegah penyakit, dan membuat peraturan bangunan, untuk
mencegah kebakaran.
i. Pemerintahan desentralisasi yakni dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja. Artinya, pada saat teknologi masih primitif, komunikasi antar berbagai lokasi masih lamban, dan pekelja publik relatif belum terdidik, maka sistem sentralisasi sangat
diperlukan. Akan tetapi, sekarang abad informasi dan teknologi sudah mengalami perkembangan pesat, komunikasi antar daerah yang terpencil bisa mengalir seketika, banyak pegawai negeri yang terdidik dan kondisi berubah dengan kecepatan yang luar biasa, maka pemerintahan desentralisasilah yang paling diperlukan. Tak ada waktu lagi untuk menunggu informasi naik ke rantai komando dan keputusan untuk
turun.
j. Pemerintahan berorientasi pasar : mendongkrak perubahan melalui pasar. Artinya, dari pada beroperasi sebagai pemasok masal barang atau jasa tertentu, pemerintahan atau organisasi publik lebih baik berfungsi sebagai fasilitator dan pialang dan menyemai pemodal pada pasar yang telah ada atau yang baru tumbuh. Pemerintahan entrepreneur merespon perubahan lingkungan bukan dengan pendekatan tradisional lagi, seperti berusaha mengontrol lingkungan, tetapi lebih kepada strategi yang inovatif untuk membentuk lingkungan yang memungkinkan kekuatan pasar berlaku. Pasar di luar kontrol dari hanya institusi politik, sehingga strategi yang digunakan adalah membentuk lingkungan sehingga pasar dapat beroperasi dengan efisien dan menjamin kualitas hidup dan kesempatan ekonomi yang sama.***
Komentar