Nama Faisal Anwar, atau yang akrab disapa Opo, kian melekat di hati generasi muda Maluku Utara. Ia bukan sekadar aktivis politik, tetapi simbol dedikasi tanpa batas terhadap keluarga Benny Laos. Hubungannya dengan mendiang Benny dan Sherly Tjoanda bukan sekadar hubungan politik, melainkan ikatan personal yang mendalam—ia memanggil mereka dengan sebutan penuh kasih, “Papi” dan “Mami.”
Komitmen Opo kepada keluarga Laos teruji di tengah badai kritik, hinaan, dan bahkan ancaman. Namun, ia tetap teguh pada jalurnya: mendampingi perjuangan politik keluarga Laos hingga titik akhir. Dalam dinamika politik identitas yang kerap memecah belah, Opo memilih jalur berbeda. Ia tak tunduk pada sekat etnis atau primordialisme, tetapi bertumpu pada visi besar untuk masa depan Maluku Utara.
Mendiang Benny Laos adalah simbol keberhasilan nyata, dengan sederet pembangunan monumental selama menjabat sebagai Bupati Pulau Morotai. Semangat itu kini diteruskan oleh Sherly Tjoanda, sosok yang bagi Opo adalah cerminan visi dan dedikasi mendiang suaminya. Keyakinan ini membuat Opo menjadikan dirinya sebagai tameng sekaligus suara bagi perjuangan politik Sherly, tak peduli apa pun risikonya.
Politisi Muda yang Menulis Sejarah
Opo tak hanya berbicara lewat orasi, tetapi juga lewat tulisan. Ide-idenya menjangkau ruang publik, tersimpan rapi dalam tulisan yang diterbitkan di media cetak. Di tengah minimnya anak muda Maluku Utara yang mengemas gagasan dalam bentuk literasi, Opo tampil mencolok. Ia adalah politisi yang juga seorang penulis—atau sebaliknya, seorang penulis yang berpolitik.
Dalam pandangan Ignas Kleden, seorang penulis yang otentik adalah individu yang hidup dari dan untuk gagasan. Opo mencerminkan hal itu: ia bukan sekadar corong kelompok tertentu, melainkan sosok yang menjembatani realitas politik dengan gagasan-gagasan segar. Melalui lensa pemikiran Pierre Bourdieu, Opo menginternalisasi dunia sosial-politiknya, menjadikannya sebagai habitus—struktur mental yang membentuk pola pikir dan tindakan sosialnya.
Arena Gagasan dan Pengabdian
Bagi Opo, politik adalah arena gagasan, bukan sekadar perebutan kekuasaan. Ia melihatnya sebagai panggung untuk berpikir, berbicara, dan bertindak. Kepercayaan yang diberikan mendiang Benny Laos sebagai juru bicara menjadi energi yang tak pernah surut. Ia membela habis-habisan nama Benny dan Sherly di tengah panasnya dinamika politik yang sarat identitas.
Kini, sebagai salah satu motor utama perjuangan politik Sherly Sarbin, Opo memikul tanggung jawab besar. Ia percaya, komitmennya adalah bagian dari perjuangan mewujudkan visi Maluku Utara yang lebih baik. Dengan keyakinan itu, Opo menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan politik Sherly Tjoanda—sebuah perjalanan yang ia harapkan berujung pada kemenangan besar di panggung politik Maluku Utara.
Opo bukan sekadar politisi muda; ia adalah fenomena yang meretas batas-batas konvensional, menjembatani semangat aktivisme dan kecerdasan literasi. Di pundaknya, ia membawa semangat perubahan, gagasan besar, dan komitmen abadi untuk keluarga Benny Laos dan Maluku Utara.***
Komentar