Penulis :Rahmat Wijaya

Dalam politik perilaku aktor menjadi sangat penting untuk tetap dijaga secara sadar. Perilaku dapat menjadi pesan politik kepada konstituen yang berkonsekuensi positif dan bisa pula negatif.

Kerap blunder terjadi. Pada akhirnya dapat meruntuhkan reputasi politik itu sendiri.

Orasi politik Calon Wali Kota Tidore Kepulauan Muhamad Sinen belakangan ini mengajak ke seluruh simpatisan dan pendukungnya, agar dapat mengorbankan nyawanya.

Selain menyuarakan nyawa jadi taruhan untuk mengawal kemenanganya, Sinen juga tak segan-segan menyinggung bakal membuat Tidore menjadi lautan darah, lebih menggegerkan lagi, ia bahkan melontarkan kata tidak sepantasnya didengar, yaitu melepaskan kepala dari badan.

Bila kemenangan diperolehnya pada Pemilihan Walikota Tidore 2024 kedepan diketahui sengaja dipermainkan lalu dialihkan ke yang lain, dan hal ini dinilai menjadi bumerang dan tidak menguntungkan dirinya secara elektoral.

“Kalau ada yang merongrong kemenangan kita nyawa kita jadi taruhan, ada yang bilang, menang mereka lantik, kalah pun mereka lantik, boleh mereka lantik, tapi kepala tidak di badan” kata Sinen dalam orasi politiknya dikutip dari video viral berdurasi 1.18 menit.

Kendatipun Muhamad Sinen tidak bermaksud demikian untuk membuat kegaduhan, hanya sekedar diksi yang substansinya untuk meningkatkan daya juang pendukung dan simpatisannya.

Tetapi, kelakar Wakil Wali Kota Tidore dua periode itu sedang ada di panggung politik.

Candaan itu disambar lawan politik, dikemas sedemikian rupa lalu didistribusikan melalui beragam saluran media publik untuk melemahkan dukungan elektoral.

Begitulah dinamika politik. Kehidupan aktor politik sejatinya tidak akan pernah lepas dari perhatian publik.

Dia menjadi tempat dari banyak mata berpadu dan tertuju, mulai dari kalangan kawan termasuk juga dari lawan.

Blunder Politik bisa terjadi kepada elit politik manapun, seperti juga pernah menimpa Ahok ketika menyitir salah satu ayat Alquran yang berujung membuat eksistensinya di kancah perebutan kekuasaan politik DKI menjadi kandas.

Blunder Politik salah satu indikator yang bisa berkontribusi pada kegagalan dalam pencapaian kekuasaan yang demokratis.

Oleh karena itu aktor politik mestinya menyiapkan dirinya lahir dan bathin, lalu mengisi kedua ruang itu hanya dengan sesuatu yang menjadi konsep sadar apa yang boleh dan tidak untuk dijadikan pilihan bersikap, termasuk pilihan membuat kelakar dan candaan.

Aktivitas framing sungguh sangat berkembang dan liar. Dewasa ini apapun dapat diframing sesuai dengan pesan yang hendak disampaikan.

Menyiapkan konsep sadar sebelum muncul ke ruang publik menjadi penting mengurangi framing negatif dari pihak lawan.***