TIMES MALUT – Pemberitaan mengenai nelayan di Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara yang mengaku dimintai uang hingga belasan juta oleh oknum pejabat di lingkup Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Tidore agar memperoleh bantuan perahu hingga mesin dengan nominal uang yang disetor berkisar antara Rp 7-12 jutaan mendapat kecaman dari Ketua Bidang Advokasi Yayasan Bantuan Hukum Limau Tidore, Suyono Sahmil.
Pengacara asal Tidore Timur, Kota Tidore Kepulauan ini menjelaskan, bahwa pungutan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti (1) barang apa yang dipungut, (2) pendapatan dari memungut, sedangkan liar diartikan, salah satunya, “tidak teratur; tidak menurut aturan (hukum)”; atau “tidak resmi ditunjuk atau diakui oleh yang berwenang”. Dengan begitu, pungutan liar adalah pendapatan dari memungut yang tidak sesuai dengan aturan hukum alias tidak resmi.
“Nah, untuk memberantas aksi pungli ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli),” terang Suyono, Senin, 28 Oktober 2024.
Menurutnya, ide dasar dari pembentukan Perpres ini karena praktek pungutan liar telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu upaya pemberantasan secara tegas, terpadu, efektif, efisien, dan mampu menimbulkan efek jera.
Iya lantas menyebutkan, terkait dugaan pungutan liar (pungli) itu dialami sejumlah nelayan di Kelurahan Mafututu, Kecamatan Tidore Timur, Kota Tidore Kepulauan sejak 2018-2024 sebagai Perbuatan Korupsi dan begitu memalukan.
Sebagaimana dalam pemberitaan, dugaan Praktik itu menyasar pada pengadaan bantuan perahu berbobot 2 gross tonage (GT) dengan mesin 15 PK, yang dianggarkan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) seperti dimuat artikel detiksulsel, “Oknum Pejabat DKP Tidore Diduga Pungli Bantuan Perahu Nelayan Rp 12 Juta” selengkapnya https://www.detik.com/sulsel/berita/d-7608359/oknum-pejabat-dkp-tidore-diduga-pungli-bantuan-perahu-nelayan-rp-12-juta.
“DAK ini kan Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu, tujuannya untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, dalam hal ini berkaitan dengan peningkatan sarana dan prasarana produksi perikanan. Tugas pemerintah yah menyalurkannya dalam bentuk barang, tinggal disalurkan saja masih juga dilakukan pungutan kepada Nelayan, kalau ini benar adanya, maka sungguh memalukan penyelenggaraan pemerintahan kita saat ini,” tutur Suyono.
Dirinya menjelaskan, dari aspek hukum, Pungli dapat dikategorikan sebagai tindak korupsi yang berhubungan dengan pemerasan, karena seorang pegawai negeri punya kekuasaan, dia memaksa orang lain untuk memberi atau melakukan sesuatu yang menguntungkan dirinya, sebagaimana dikutip dari Buku Panduan Anti Korupsi: Pahami Dulu Baru Lawan.
Lanjutnya, Korupsi terkait dengan pemerasan ini diatur dalam Pasal 12 huruf (e), (f), dan (g) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 12 huruf (e) Berbunyi: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Adapun unsur-unsur yang termuat dalam pasal ini adalah ;
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
3. Secara melawan hukum
4. Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya
5. Menyalahgunakan kekuasaan
Di Kota Tidore Kepulauan, lanjut Suyono, dirinya dan beberapa rekan Pengacara telah membentuk Yayasan Bantuan Hukum (YBH) Limau Tidore yang siap memberikan pelayanan bantuan hukum kepada masyarakat yang membutuhkan
Itu sebabnya dirinya berharap terhadap masyarakat yang terdampak akibat dari tindakan culas dan tak bertanggungjawab oleh oknum DKP bisa menghubungi YBH Limau Tidore untuk dilakukan pendampingan.
“Bisa saja, praktek Pungli ini bukan hanya menimpa nelayan di Kecamatan Tidore Timur, mungkin juga di seluruh kecamatan di Kota Tidore yang diberikan bantuan serupa terjadi pungutan liar. Itu sebabnya, saya ajak kepada para nelayan, jangan takut bersuara, kita akan kawal secara serius dan laporkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH), sudah saatnya kita bergerak bersama,” tutup Suyono.***
Komentar