TIMES MALUT – Praktisi keuangan daerah Ramli Saraha menilai kebijakan pemerintah pusat memangkas Dana Transfer ke Daerah (TKD) melanggar ketentuan Pasal 187 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Menurut Ramli, pasal tersebut secara tegas melarang penurunan Dana Alokasi Umum (DAU) selama lima tahun sejak 2022.
“Pemangkasan DAU bertentangan dengan amanat UU HKPD. Ini bukan hanya persoalan anggaran, tetapi juga soal kepastian hukum dan penghormatan terhadap hak fiskal daerah,” tegasnya, dalam dialog yang berlangsung di Aula Sultan Nuku Kantor Walikota Tidore, Selasa, 7 Oktober 2025.
Ia juga menyoroti dihapusnya ketentuan mengenai porsi minimal 26 persen DAU dari total pendapatan netto pemerintah pusat, yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Perimbangan Keuangan.
Ramli menilai, ketentuan baru dalam Pasal 124 UU HKPD bersifat normatif dan tidak memberikan kepastian hukum yang memadai.
“Pasal itu ibarat pasal karet. Integrasi berbagai dana seperti dana desa, dana otonomi khusus, dan dana keistimewaan ke dalam TKD justru membebani daerah,” ujarnya.
Ramli mendorong asosiasi pemerintah daerah seperti APEKSI, ADEKSI, APKASI, dan APDESI untuk mempertimbangkan langkah hukum terhadap kebijakan tersebut. Ia menekankan perlunya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah agar pembangunan nasional tetap berkeadilan.
Sementara itu, pengamat ekonomi-politik Ishak Naser menilai isu pengurangan TKD harus dilihat secara komprehensif, bukan parsial.
Menurutnya, mekanisme transfer dana dari pusat ke daerah telah diatur secara sistematis dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 serta PP Nomor 23 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
“Pembahasan TKD perlu ditempatkan dalam konteks kebijakan fiskal nasional. Jika tidak, akan muncul persepsi bahwa pusat sengaja memotong anggaran daerah, padahal bisa jadi itu bentuk penyesuaian struktur fiskal nasional,” jelas Ishak.
Ia menegaskan pentingnya koordinasi lintas level antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota agar solusi yang diambil bersifat komprehensif dan berkeadilan. (*)
Tinggalkan Balasan