TIMES MALUT – Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus dikelola secara efisien, transparan, dan berpihak pada rakyat.
Hal itu disampaikan dalam forum diskusi perencanaan dan penganggaran APBD Perubahan 2025 serta APBD 2026 di Ternate, Rabu, 24 September 2025.
Bima Arya menyoroti apa yang ia sebut sebagai Paradoks Indonesia: negara yang kaya sumber daya, tetapi masih menghadapi pekerjaan rumah dalam pembangunan.
“APBD tidak boleh bocor dan harus diarahkan pada pembangunan nyata. Desentralisasi harus berjalan sehat melalui sumber daya manusia yang mumpuni, birokrasi bersih, dan sinergi lintas pihak,” kata Bima Arya.
Ia memberi perhatian khusus pada Maluku Utara yang saat ini mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Namun, di balik capaian tersebut masih tersisa persoalan ketimpangan, indeks pembangunan manusia, kemiskinan, dan pengangguran.
“Maluku Utara ibarat di simpang jalan antara kemakmuran dan ketimpangan. Hilirisasi nikel harus memberi dampak luas, dan diversifikasi ekonomi wajib dikembangkan,” ujarnya.
Gubernur Maluku Utara Sherly mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi daerahnya memang sangat tinggi, bahkan mencapai 32 persen dengan nilai produk domestik regional bruto (PDRB) sekitar Rp 60 triliun hingga kuartal II 2025.
Namun, menurut dia, capaian itu belum sepenuhnya dirasakan masyarakat.
“Pertumbuhan itu tidak merata. Dia hanya muncul di atas. Kenapa? Karena kita belum bisa swasembada pangan. Banyak perusahaan besar masih mengambil kebutuhan dari luar daerah. Padahal, di satu kawasan industri, kebutuhan pangan bisa mencapai Rp 100 miliar per bulan,” ujar Sherly.
Pemerintah Provinsi Maluku Utara kini mendorong swasembada pangan mulai dari telur, padi, beras, hingga daging, agar perputaran uang di kawasan industri dapat kembali ke petani dan nelayan lokal.
Sherly juga menyoroti masalah tenaga kerja. Saat ini terdapat sekitar 60 ribu pekerja di kawasan industri Halmahera Tengah. Kondisi tersebut membuat jumlah penduduk daerah itu melonjak dari 38 ribu menjadi 100 ribu orang.
Namun, sebagian besar pekerja merupakan pendatang dari luar Maluku Utara.
“Ini membuat pembangunan tidak inklusif bagi masyarakat Maluku Utara. Dan tentu, sebagian juga menjadi tanggung jawab kita,” lanjut Sherly.
Sebagai tindak lanjut, Pemprov Maluku Utara akan memfokuskan anggaran pada peningkatan kualitas sumber daya manusia setelah sebelumnya berhasil menjalankan program pendidikan dan kesehatan gratis.
“Harapannya, di kemudian hari industri-industri besar yang ada di Maluku Utara lebih banyak mempekerjakan putra-putri daerah, sehingga kesejahteraan benar-benar dirasakan keluarga-keluarga di Maluku Utara,” kata Sherly.
Ia menegaskan, setiap rupiah dari APBD harus memberi manfaat langsung bagi masyarakat. Fokus belanja modal diarahkan pada sektor yang membangkitkan produktivitas warga.(*)
Tinggalkan Balasan