TIMES MALUT – Rapat Koordinasi Penanganan Darurat Bencana Hidrometeorologi antara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara digelar pada Senin, 30 Juni 2025, bertempat di Ballroom Bela Hotel, Kota Ternate.

Rakor ini dilaksanakan bertepatan dengan kunjungan kerja Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, sebagai bentuk perhatian pemerintah pusat terhadap daerah-daerah rawan bencana di wilayah timur Indonesia, khususnya Maluku Utara.

Letjen Suharyanto dalam sambutannya menyampaikan bahwa selama ini BNPB telah bersinergi dengan Pemerintah Provinsi Maluku Utara dalam menangani berbagai bencana, termasuk erupsi Gunung Ibu di Halmahera Barat. BNPB, kata dia, selalu hadir dalam situasi darurat dan akan terus mendukung daerah-daerah terdampak.

“Ada beberapa langkah strategis yang telah kami sampaikan dalam rakor bersama Ibu Gubernur Sherly Tjoanda Laos dan para kepala daerah kabupaten/kota terkait penanganan banjir,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa meskipun bencana tidak bisa dicegah sepenuhnya, dampaknya bisa dikurangi melalui mitigasi dan penanganan yang terencana.

Terkait bantuan bencana, beberapa daerah sudah menerima dukungan langsung dari BNPB untuk pengerjaan program di tahun 2025. Namun untuk Halmahera Selatan dan Kota Ternate, pihaknya masih menunggu pengajuan resmi dari daerah.

“Harapannya segera diajukan bulan Juli ini, agar bisa dimasukkan dalam anggaran pusat dan dikerjakan pada 2026. Termasuk juga perbaikan jembatan di Kepulauan Sula dan Halsel,” jelas Letjen Suharyanto.

Ia juga mengungkapkan bahwa dari 15 kejadian bencana di Maluku Utara, 90 persennya merupakan bencana hidrometeorologi basah seperti banjir dan longsor. Oleh sebab itu, edukasi dan kesadaran masyarakat terhadap ancaman musim hujan sangat penting.

BNPB kini telah memanfaatkan teknologi operasi modifikasi cuaca untuk mengurangi curah hujan ekstrem yang dapat menimbulkan banjir.

“Misalnya jika BMKG memprediksi hujan ekstrem di Ternate, kita lakukan rekayasa cuaca agar hujan turun lebih awal dan di wilayah laut, sehingga ketika hujan turun di darat intensitasnya ringan dan tidak memicu banjir,” jelasnya.

Modifikasi cuaca ini, menurutnya, diterapkan di seluruh Indonesia sebagai bagian dari mitigasi bencana berbasis teknologi.

Sementara itu, Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Laos menyampaikan bahwa pihaknya telah mengajukan usulan anggaran penanganan bencana ke pemerintah pusat sebesar Rp1 triliun.

“Dari total usulan tersebut, Kota Ternate membutuhkan Rp200 miliar, sementara infrastruktur yang rusak akibat bencana di Kepulauan Sula dan Halmahera Selatan membutuhkan tambahan Rp34 miliar,” ungkap Sherly.

Rakor ini diharapkan menjadi langkah awal dalam menyatukan kekuatan pusat dan daerah dalam menghadapi ancaman bencana, khususnya di tengah meningkatnya intensitas cuaca ekstrem.***